SEARCH :
  • posted by May 16th, 2011

    1024px-Seal_of_ASEAN.svgKonferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-18 baru saja usai, 7 sampai 8 Mei 2011 lalu di Jakarta. Besoknya, zaya menghadiri dua acara untuk berbicara mengenai ASEAN atau KTT ASEAN tersebut. Pertama adalah 8th ASEAN Leadership Forum. Di acara ini, saya menjadi pembicara dalam diskusi “Enhancing ASEAN Connectivity: From Master Plan to Implementation”. Lalu di hari yang sama saya juga mendapat undangan tampil live di TV MNC Business untuk membahas ASEAN juga.

    Melalui tulisan ini, saya akan menceritakan kembali materi soal ASEAN yang saya bicarakan di dua acara tersebut. Berbicara soal ASEAN selalu menarik bagi saya. Ada beberapa hal yang membuat ASEAN ini menarik. Pertama dalah soal skalanya. Jika kita lihat jumlah penduduk ASEAN jelas sangat besar. Saat ini ada sekitar 600 juta penduduk, atau sekitar 10 persen dari total penduduk dunia yang berjumlah sekitar tujuh miliar. Ini jelas merupakan pangsa pasar yang sangat besar.

    Demografi ASEAN juga didominasi kaum muda. Lebih dari 10 persen dari 600 juta penduduk ASEAN itu usianya di bawah 14 tahun. Ini artinya 10 tahun dari sekarang, mereka masih masuk dalam usia produktif bahkan masih mulai mencari kerja. Selain itu, yang menarik lagi dari ASEAN ini adalah skala ekonominya. Jumlah PDB ASEAN adalah USD1,6 triliun. Ini sedikit lebih besar dari India. Jadi ASEAN ini selain penduduknya banyak, juga memiliki nilai ekonomi yang besar.

    Indonesia sendiri mempunyai andil sangat besar di ASEAN, karena dari angka USD1,6 triliun itu, Indonesia menyumbang USD700 M. Jadi, sudah seharusnya Indonesia menjadi salah satu pemain utama ASEAN, bukan hanya secara ekonomi tetapi juga secara sosial dan politik.

    Hasil dari KTT ASEAN kalau kita lihat dari sisi ekonomi, dipastikan jadwal menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 tidak akan mundur lagi. Selain itu, juga dibuat satuan tugas ASEAN Integration Monitoring agar negara-negara siap untuk menyambut 2015 nanti. Dalam KTT negara-negara juga sepakat penerapan ASEAN Single Window pada 2012. Jadi, hasil KTT ke-18 ini secara ekonomi lebih ke arah institusionalisasi apa yang sudah disepakati tahun lalu di Vietnam.

    Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sudah dekat. Kita harus siap. Tapi tak bisa dipungkiri kita harus bekerja keras untuk ke sana. Kalau kita bicara 2015, tidak bisa dielakkan akan ada liberalisasi perdagangan dan investasi. Jadi memang para pengusaha harus selalu mencoba menyiapkan diri. Kalau ditanya soal menyiapkan diri, kita tidak pernah merasa siap. Karena itu, siap tidak siap kita harus siap.

    Kalangan pengusaha harus optimis. Tantangan pasti ada, namanya saja pengusaha atau dunia usaha, ya tentu ada tantangan yang harus diselesaikan dengan berusaha. Kalau kita lihat tantangannya, ada di aspek eksternal dan internal.

    Yang paling penting dari sisi internal atau dalam negeri adalah bagaimana pertumbuhan perekonomian dan perdagangan ini harus bersifat inklusif. Artinya dapat membawa manfaat untuk industri kecil dan menengah, karena mereka itu tulang punggung perekonomian Indonesia. Apalagi jika kita bicara mengenai penyerapan tenaga kerja, mereka banyak berperan.

    Kita dapat memanfaatkan sektor agribisnis atau sektor pertanian. Peluangnya sangat tinggi ke depan. Saat ini, penduduk dunia sangat banyak, ada sekitar tujuh miliar manusia, dan pada 2045 nanti diprediksi meningkat jumlahnya menjadi 9 miliar. Ini jumlah yang tidak sedikit, karenanya kesediaan pangan untuk mereka sangat penting. Di sinilah nanti ketahanan pangan penting. Tentu saja bukan hanya pangan yang dibutuhkan, melainkan juga energi dan air.

    Peluang dalam bidang ini jelas kita miliki. Kita juga bisa memanfaatkan peluang di sektor pariwisata. Kunjungan pariwisata ke Indonesia hanya 1,5 juta per tahun, sementara Malaysia ada 15 juta dan Thailand serta Singapura sekitar 3,7 juta. Ini artinya kita dalam pariwisata masih kalah dengan negara-negara lain yang sebenarnya potensi pariwisatanya kalah besar dari kita.

    Karena itu ke depan sektor ini bisa kita optimalkan. Peluang ini akan meningkatkan tidak hanya sektor barang, tapi juga sektor jasa. Perbaikannya bisa dengan banyak hal seperti perbaikan infrastruktur seperti airport, dan dukungan untuk wilayah lain, bukan hanya Bali saja. Pemerintah juga perlu melakukan langkah seperti melobi negara lain untuk tidak memberikan travel warning dan sebagainya.

    Yang penting dilakukan sebenarnya adalah memikirkan bukan hanya menghasilkan komoditas namun juga bagaimana bisa memberikan nilai tambah terhadap apa yang kita dagangkan. Misalnya, sayuran akan bisa lebih mahal jika dikemas dengan baik dan dijual di supermarket.

    Indonesia ini negara yang kaya, mempunyai sumber daya alam yang besar. Jadi, dari sisi perdagangan banyak yang bisa dilakukan. Ada karet, kelapa sawit, pertambangan, dan sebagainya. Yang harus kita pikirkan, bagaimana barang dagangan ini dapat nilai tambah yang lebih besar lagi. Alangkah sayangnya jika barang tersebut kita ekspor dalam bentuk mentah dan hasilnya dinikmati oleh orang lain dari nilai tambah yang mereka berikan.

    Perlu juga dicermati bahwa PDB Indonesia sekitar 65 persennya datang dari konsumsi domestik. Sisanya 35 persen datang dari ekspor dan import. Kita harus bisa memastikan konsumsi domestik yang 2/3 dari PDB itu, bisa maksimalkan dari sisi penjualan ke pasar domestik. Jangan sampai pada 2015 yang terjadi justru kita hanya jadi penonton. Karena itu perlu sekali memastikan ada industrialisasi, dan ada nilai tambah yang dihasilkan.

    Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM dukungan dan perhatian mutlak harus diberikan. UMKM ini bukan saja potensinya besar secara ekonomi, tetapi juga bisa memberi kestabilan politik. Banyak negara termasuk di Indonesia, terjadi gejolak sosial akibat perbedaan si mampu dan tidak mampu. UMKM bisa dibantu dengan pemberdayaan, capacity building, agar usahanya bisa lebih besar lagi, juga membantu mereka untuk mengakses pasar. Ini juga jadi fokus ASEAN.

    Kerjasama yang erat antara dunia usaha dan pemerintah jelas dibutuhkan. Melalui Kadin misalnya, kami mendorong pemerintah agar kebijakan-kebijakan yang diambil bukan proteksionisme, tapi yang mendukung usaha, dan membuat mereka semakin kompetitif. Misalnya, bagaimana kebijakan ini membantu industrialisasi di Indonesia.

    Jadi, kita tidak hanya jadi trading partner saja, tetapi juga jadi value adding partner. Terkait kebijakan, yang dibutuhkan pengusaha adalah kepastian hukum, dan regulasi. Jangan ada lagi aturan yang tumpang tindih di pusat dan daerah. Dari sisi finansial, pengusaha juga perlu diberi kemudahan, namun sebenarnya pengusaha berfikir finansial akan datang kalau ada institusi mendukung. Intinya, pengusaha ini butuh kebijakan yang mendorong daya saing, bukan proteksionisme, agar daya saing kita meningkat di era globalisasi ASEAN.

    Bicara infrastruktur juga sangat penting. Bukan saja infrastruktur dalam negeri, namun juga luar negeri. Infrastruktur ada tiga tipe. Pertama, hard infrastructure, seperti rel kereta, jalan tol, pembangkit listrik, dan sebagainya. Kedua soft infrastructure, seperti kebijakan, dan yang ketiga adalah konektivitas antara orang ke orang dan antar negara di kawasan ASEAN. Kalau saya menambahkan satu lagi yaitu infrastruktur digital. Indonesia sebagai negara kepulauan harus memperkuat empat tipe infrastruktur tadi.

    Nah, jika menyinggung soal konektivitas dan soal era digital, saat ini penduduk Indonesia dan ASEAN didominasi anak muda yang terkoneksi. Mereka pengakses jejaring sosial atau media sosial yang cukup besar. Indonesia misalnya pengguna Facebook terbesar nomor dua di dunia. Untuk Twitter, Indonesia juga menduduki rangking teratas. Karena itu pengembangan infrastruktur di bidang ICT juga perlu mendapat perhatian.

    Ke depan, dalam menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Indonesia harus meningkatkan daya saing. Seperti yang saya katakan di atas, Indonesia harus mampu tidak hanya sebagai trading partner, tetapi juga jadi value adding partner. Kalau kita lihat Indonesia sekarang ini baik secara ekonomi dan geopolitik memang sedang naik daun. Ini harus kita pertahankan dan tingkatkan agar Indonesia bisa terus menjadi pemimpin di kawasan ASEAN,bahkan dunia.

Leave a Reply