-
posted by Anindya May 16th, 2011
Bagi banyak orang, isu ramah lingkungan dan isu ekonomi adalah dua isu yang berbeda. Kepentingan kelestarian lingkungan dan kepentingan bisnis seolah dua hal yang bertolak belakang. Ini jelas pandangan yang keliru.
Saat ini, isu sustainability ini sudah menjadi isu ekonomi. Lihat saja contohnya di World Economic Forum (WEF) yang akan diadakan di Indonesia 12-13 Juni untuk versi Asianya. Dua dari tiga topiknya saja sudah berkecimpung di bidang kelestarian. Yang pertama sustainable consumption, lalu urban sustainability, baru yang ketiga adalah international trade. Jadi ini menunjukkan bahwa kita percaya sustainability adalah isu ekonomi.
Hal itu saya sampaikan saat saya menjadi pembicara dalam diskusi “Peluang dan Tantangan Menuju Green Economy dengan Indeks SRI KEHATI”. Dalam kesempatan itu saya juga meyakinkan bahwa isu lingkungan itu sangat terkait dengan bisnis, bisa menjadi strategi bisnis, dan bisa menguntungkan secara bisnis.
Perusahaan saya Bakrie Telecom (BTEL), telah menjadikan isu lingkungan dan sustainability sebagai strategi kami. Kenapa seperti itu, karena kami percaya environmental sustainability ini mempunyai manfaat bagi perusahaan. Manfaatnya antara lain; bisa menambah pendapatan, bisa melakukan penghematan sumberdaya, bisa mencegah kerusakan lingkungan, dan bisa memperbaiki brand perusahaan, serta bisa menginspirasi perusahaan yang lain.
Sebagai langkah kongkrit strategi bisnis yang ramah lingkungan ini, BTEL telah meluncurkan: “Hijau untuk Negeri” tahun lalu, tepatnya pada 4 November 2010. Peluncuran program ini dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring dan Deputi VI Menteri Lingkungan Hidup Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Ilyas Asad.
Sesungguhnya, program atau inisiatif bisnis ini sudah setahun belakangan kita kembangkan. Inisiatif bisnis ini digerakkan oleh kebijakan perusahaan tentang penyelamatan lingkungan yang berakar pada visi misi kami. Program ini memiliki target-target yang jelas, termasuk di antaranya mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50 persen per pelanggan antara tahun 2009-2014.
Target tersebut merupakan target pengurangan emisi yang sangat tinggi di BTEL, bahkan sebenarnya di Indonesia. Ini memang cukup besar, sebab jika kita hitung dengan jumlah pelanggan yang mencapai 11 juta, maka dalam usaha mengurangi emisi gas rumah kaca, pencapaian target tersebut setara dengan menanam satu juta pohon per tahun.
Saat ini, aktivitas teknologi informasi tercatat menyumbangkan dua persen dari total emisi karbon di dunia. Meski relatif sedikit, namun pengurangan emisi dengan mengubah perilaku penggunaan teknologi informasi menjadi sangat penting. Sebab diperkirakan dalam 10 tahun, emisi dari sektor ICT bisa meningkat tiga kali lipat.
Sekarang hampir setiap orang memiliki telepon selular. Di Indonesia, saat ini sudah ada 150 juta pelanggan selular dan angka ini terus meningkat. Telepon selular, yang merupakan bagian dari ICT, jumlah jejak karbonnya sama seperti jumlah jejak karbon negara Mesir, yang memiliki lebih dari 75 juta penduduk.
Sebenarnya konektivitas, seperti kegiatan kita menelepon, banyak dampak positifnya bagi kehidupan. Dengan itu, waktu bisa dihemat, jarak bisa didekatkan, dan produktivitas pun jadi meningkat. Namun seperti sebuah mata uang yang memiliki dua sisi, konektivitas juga memiliki dampak negatif bagi lingkungan.
Maka di masa mendatang, sektor telekomunikasi harus terus berusaha memperbanyak yang positif dan mengurangi yang negatif. Caranya, misalnya mencegah alat elektronik dan telepon genggam kita agar tidak menjadi limbah elektronik, mengurangi dampak negatif produk-produk kita terhadap lingkungan, dan lain sebagainya. Bagi perusahaan, meningkatkan kesadaran tentang penyelamatan lingkungan kepada para karyawan dan pelanggan, juga tidak kalah penting. Ini agar semua pihak turut berpartisipasi dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.
Selama ini, jika kita bicara ramah lingkungan, seolah hanya terkait dengan aksi menanam pohon atau menggelar acara bersepeda. Hal ini yang jamak kita temui dilakukan lembaga, atau perusahaan. Program ramah lingkungan hanya sekedar menjadi program CSR atau marketing gimmick semata. Namun, bagi BTEL, ramah lingkungan ini adalah bagian dari strategi bisnis dan sendi-sendi perusahaan.
Seperti yang saya katakan bahwa strategi ramah lingkungan bisa menguntungkan secara bisnis, ini sudah dibuktikan oleh BTEL. Lebih dari Rp 20 miliar per tahunnya bisa kami hemat dari strategi ramah lingkungan tersebut. Dari Rp20 miliar ini, Rp13,3 miliarnya didapat dari mencoba memberikan efisiensi dari sisi jaringannya. Misalnya dengan menggunakan Base Station Selular (BTS) tanpa pendingin atau berteknologi ”free cooling”. Sekitar 2.000 BTS BTEL menggunakan pendingin alam dari udara sekitarnya, sehingga mengurangi penggunaan listrik dan mengurangi pelepasan kimia bahan pendingin ke lingkungan. Dari BTS saja, BTEL dapat menghemat sebanyak Rp 10 miliar tiap tahunnya.
Selain itu, BTEL juga berkomitmen mengurangi jumlah limbah elektronik. Perlu diketahui, perangkat eletronik yang digunakan di industri telekomunikasi dan industri lainnya mengandung bahan kimia dan logam. Bahan kimia dan logam itu, bila tidak dikelola dengan baik pada siklus akhir penggunaannya, berbahaya bagi lingkungan serta manusia. Maka Bakrie Telecom memerangi permasalahan limbah elektronik ini baik di operasi internal maupun dengan membantu para pelanggan dalam mengatasi masalah ini.
BTEL telah berkomitmen mendaur ulang 75 persen dari infrastruktur jaringan IT bekas milik perusahaan di tahun 2011, termasuk 3.000 baterei cadangan bekas. Mendaur ulang perlengkapan ini akan mengurangi dampak negatifnya pada lingkungan sekaligus mengurangi biaya penyimpanan dan pengelolaan BTEL.
Kami juga telah dipersiapkan peluncuran program Go Green Handset Trade-In. Melalui program ini, para supplier kami dianjurkan mendaur ulang telepon genggam lama mereka, yang masih berfungsi atau pun yang sudah rusak. BTEL berniat mengumpulkan 50.000 telepon genggam dengan program ini hingga tahun 2011 mendatang. Mengumpulkan telepon genggam sebanyak itu akan sangat berguna untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Bila dibuang begitu saja, maka akan dibutuhkan 400 tahun sebelum plastik dari tiap telepon genggam dapat terurai. Selama itu juga, mereka akan mengeluarkan bahan kimia yang berbahaya bagi tanah, udara, dan air kita.
Selain itu, kita juga melakukan terobosan dengan menjual telepon genggam terpisah dari chargernya. Sebab kebanyakan telepon genggam chargernya sama. Karena itu bagi yang memiliki telepon genggam dengan charger sama, bisa membeli teleponnya saja. Ini akan membantu efisiensi dari sisi harga bagi konsumen dan mengurangi sampah charger. Pelanggan terbesar BTEL saat ini adalah pelanggan prabayar yang mengisi ulang dengan voucer.
Voucer ini sekilas terlihat remeh, namun dari voucer yang selama ini kita gunakan dan kita jajarkan kertasnya maka panjangnya bisa sampai dari Bumi ke Bulan. Jadi bisa dihitung berapa banyak kertas dan plastik yang dibutuhkan. Karena itu kita melakukan perbaikan. Desain kertas voucer kita perkecil untuk mengurangi sampah kertas dan plastik.
Untuk pelanggan, BTEL mengembangkan platform pesan singkat (SMS) untuk berbagi tips dan informasi tentang topik ramah lingkungan supaya mereka dapat berbuat sesuatu agar dapat menerapkan pola hidup ramah lingkungan dalam kehidupan mereka masing-masing. Untuk karyawan atau internal, telah diambil tindakan untuk membuat kantor BTEL agar makin ramah lingkungan. Ini dilakukan melalui program Green Office.
Dengan program tersebut, BTEL berkomitmen mengurangi konsumsi kertas di kantor sebesar 30 persen sampai tahun depan, dan pengurangan penggunaan listrik sebesar 10 persen. Program ini menunjukkan bagaimana Bakrie Telecom sehari-harinya menyampaikan perilaku green kepada karyawan. Dari sana diharapkan terjadi penghematan sebesar Rp 1miliar.
Sedangkan untuk mitra, ada program Supplying Green. Program ini akan menilai supplier dan mitra bisnis, apakah mereka ramah lingkungan atau tidak, berdasarkan sejumlah kriteria. Di tahun 2011, 50 persen belanja modal (capex) BTEL akan digunakan untuk membeli dari vendor yang peduli terhadap lingkungan. Persentasi ini akan ditingkatkan di kemudian hari sembari bekerja sama dengan para supplier BTEL guna membantu mereka meningkatkan kinerja agar makin ramah lingkungan.
BTEL tidak sendiri dalam perjuangan ini. “Hijau Untuk Negeri” telah dikembangkan lewat proses kolaborasi dan dukungan aktif dari senior manajemen, para karyawan, dan mitra eksternal. Secara internal, inisiatif bisnis ini digerakkan oleh green team, terdiri dari kumpulan senior manajer BTEL dari berbagai departemen. Mereka berfokus pada upaya menemukan dan melaksanakan inisiatif inovatif untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan serta membuat perusahaan makin ramah lingkungan.
Secara eksternal, BTEL telah membangun kemitraan dengan Global eSustainability Initiative, yaitu konsorsium global dari penyedia konektivitas yang berfokus pada praktik pengelolaan terbaik atau best managent practices dan kebijakan yang progresif untuk teknologi informasi dan komunikasi yang green. Telah terjalin kerja sama dengan Malk Sustainability Partners, ahli konsultan manajemen untuk keberlanjutan perusahaan, untuk secara aktif mendukung pengembangan program-program.
Selain itu, BTEL juga bermitra dengan The Climate Project, organisasi yang berdedikasi untuk mempromosikan kesadaran orang akan climate change, berdasarkan apa yang diajarkan Al Gore melalui Inconvenient Truth. Seiring dengan perkembangan inisiatif bisnis ini, BTEL akan bermitra dengan pihak-pihak yang dapat membantu perusahaan untuk mewujudkan komitmen guna menjadi ramah lingkungan.
Dari paparan saya tersebut terlihat bukti bahwa ramah lingkungan bisa menguntungkan. Sebenarnya banyak perusahaan dunia juga telah membuktikan hal ini. Tengok saja General Electric (GE) yang sejak 2008 juga menerapkan strategi bisnis ramah lingkungan. Dengan itu GE berhasil membuat lini bisnis maru yang bisa menghasilkan revenue yang tidak kecil yaitu USD 17 Miliar.
Kami percaya bahwa; good deed is a good business. Bahwa tindakan yang baik itu akan baik juga bagi bisnis. Jadi tidak ada lagi alasan tidak ramah lingkungan karena alasan mencari keuntungan. Karena tak hanya teori, tapi kenyataan di perusahaan saya telah membuktikan bahwa; ramah lingkungan ternyata juga menguntungkan. Semoga anda semua mengikutinya demi kehidupan yang baik untuk anak cucu kita.
Leave a Reply
INSTAGRAM
TWITTER
FACEBOOK