SEARCH :
  • posted by Nov 17th, 2009

    creativepreneurSore tadi saya diminta untuk menjadi salah satu pembicara di acara Global Enterpreneurship Week, yang diselenggarakan oleh British Council bekerja sama dengan Rasuna Epicentrum. Di acara ini saya diminta untuk sedikit membahas mengenai creative mindset dan creative industry. Dua hal ini memang sangat terkait erat. Creative mindset adalah jiwa dari creative industry.

    Seperti apa yang mencuat pada diskusi sore tadi, Indonesia memang banyak memiliki orang kreatif. Namun perlu digarisbawahi, bahwa kreativitas musti dibingkai dengan strategi yang tak boleh melupakan konteks globalisasi.

    Sebagai salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi domestik yang besar, Indonesia memang sedang naik daun. Indonesia yang merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, kini disejajarkan dengan negara-negara China, India, Rusia, atau Brazil, karena tak begitu terpengaruh dengan krisis ekonomi global.

    Di saat negara-negara maju mengalami pertumbuhan minus, Indonesia justru mengalami pertumbuhan ekonomi positif. Tak heran bila kemudian muncul istilah-istilah baru yang menggambarkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru, seperti istilah Chindonesia (China-Indonesia) yang merupakan pelesetan dari Chindia (China-India), atau istilah negara BRIIC (Brazil-Indonesia-India China) yang merupakan pengembangan dari negara BRIC (Brazil-Rusia-India-China).

    Besarnya potensi pasar Indonesia juga diincar oleh negara lain. Kaitannya dengan potensi kreatif Indonesia, kita musti memperhatikan dua hal. Pertama, kita musti mengembangkan kreativitas itu ke arah industri yang memiliki nilai tambah yang besar.

    Ibaratnya, kalau kita fokus hanya menjadi tukang jahitnya saja, yang untung adalah designer internasional. Semestinya kita juga harus memikirkan bagaimana caranya menjadi designer ternama, seperti Giorgio Armani, Prada, dan lain sebagainya.

    Kedua, Thomas L Friedman pernah berkata bahwa dunia semakin, hot, flat, dan crowded. Flat di sini bermakna bahwa dunia semakin ‘datar’ karena kehadiran teknologi. Artinya teknologi mampu membuat warga dunia semakin mudah untuk terhubung. Oleh karenanya kita perlu memanfaatkan teknologi informasi untuk mensosialisasikan kreativitas kita di tingkat dunia.

    Teknologi juga perlu didesain untuk memupuk kolaborasi. Sehingga, kreativitas itu bisa timbul dari kolaborasi masyarakat luas, dan kolaborasi itu juga memicu masyarakat untuk tumbuh semakin kreatif. Contoh kolaborasi itu misalnya dilakukan oleh komunitas Kaus oblong ‘Threadless’ yang pernah saya bahas pada artikel blog sebelumnya “Benih-benih Crowdsourcing di Majelis Ta’lim Esia“.

    Bertepatan dengan acara tadi sore, kampanye bernama Creative Movement Indonesia diperkenalkan. Creative Movement adalah gerakan yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan kreativitas di Indonesia. Gerakan ini memiliki momentum dan relevansi yang tepat karena ia diluncurkan di Rasuna Epicentrum, komplek superblok Grup Bakrie yang berada di kawasan Kuningan Jakarta Selatan.

    Selain menyediakan fasilitas apartemen, mall, pusat olahraga dan kebugaran, Rasuna Episentrum juga akan diarahkan menjadi kawasan atau zona kreatif. Contohnya, di kawasan ini nantinya kelompok media Bakrie: antv, tvOne, dan VIVAnews – yang merupakan penyumbang produk dan konten kreatif – akan dipusatkan, yakni sekitar tahun 2010.

    Walaupun inti dari kreativitas itu adalah gagasan dan imajinasi manusia yang tak memiliki wujud fisik, namun saya akan sangat bangga bila nantinya Rasuna Epicentrum bisa menjadi salah satu monumen dan ‘episenter’ penggerak industri kreativitas di Indonesia.

    Akhir kata, saya ingin meminta masukan, apabila teman-teman berkenan:

    1. Dari 14 jenis industri kreatif yang diklasifikasikan pemerintah (periklanan, film/video dan fotografi, musik, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, desain fashion, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan pengembangan), adakah bidang tertentu yang harus kami fokuskan di Rasuna Epicentrum?

    2. Bagaimana agar bisa muncul lebih banyak ‘kantong-kantong’ kreatif di Indonesia dan bagaimana mensinergikannya?

    3. Apakah ada beberapa contoh sukses dari industri kreatif kita (baik individu, perusahaan, kelompok) yang berhasil bersaing di kancah internasional (dan bisa menginspirasi kita semua)?

    Terima kasih, kami tunggu ide-ide dan masukannya.

10 Responses to “Creative Movement dan Episenter Kreativitas Bangsa”

  1. 1. industri musik dan seni…
    apalagi dulu pas FVP ke rasuna episentrum, katanya mau di bikin gedung pertujukan seni..yg belumad di jkaarta..

    jadi kl ada acra2 kesenian g susah2 nyari tempat.. dan itu bisa jadi icon baru di jakarta..

    dan krn ligkunganny perkantoran..dan banyak bule2.. mereka mungkin akan lebih tertarik untuk ituuu

    2. diadakan lomba2 …dan pemenangnya kl bisa bener2 di dukung untuk berkembang..krn ujung2nya danaaa.. ky djarum black inovasion gituuu..tp aku g tau c kl itu bener2 ad yg di jual apa ga..

    jadi mau ga mau pemerintah dan swasta harus ngebuat kywadah parah creator dan bisa ngasih dana untuk melanjutkan usahany ituu

    3 pagelaran seni jember fashion fest ..kynya masuk industri kreatif dan terkenal di luar negeri deh… dari situ mungkin bisa dibuat nanti kedepan..sebaai parade tahuuunan, dari berbagai macam sumber yg ada di kalender event yg dapat menarik wisman dan wisdom. ky parade yg suka di adain di luar di jalannan utama.. parade bunga, kartun..dlll..

    sekiaaan.. tq =)

  2. Nabila Fauzan says:

    fotografiiii…..
    Seru juga kalau bisa motret2 di Rasuna Epicentrum. Tempatnya oke juga kok buat itu. Apalagi kalau misalnya ada event lomba atau kumpul – kumpul penikmat fotografi di Jakarta atau manapun, untuk berkesempatan hunting di kawasan Rasuna Epicentrum. Di jakarta banyak sekali fotografer hobi. Mereka akan senang loh, karena ada tempat baru lagi buat hunting – hunting. Dan biasanya mereka memasukkan hasil ‘jepretan’ mereka ke flickr, devianart, fotografer.net atau semacamnya. Mungkin bisa membuat Rasuna Epicentrum lebih dikenal masyarakat dan bisa meningkatkan ketertarikan orang juga kan, bila foto – foto yang di-share di internet itu terlihat bagus dan menarik. hehe.
    Dan seperti tujuan Pak Anin tadi kalau diharapkan Rasuna Epicentrum bisa menjadi penggerak industri kreatif Indonesia. Kan dengan fotografi, apalagi untuk pemula, mereka akan bangga jika suatu hari mereka sudah bisa ‘motret’ dengan kualitas yang baik atau sudah menjadi fotografer handal. Mereka akan terus teringat pada salah satu pengalaman mereka ‘latihan motret’ di Rasuna Epicentrum.
    Sekian dari saya sebagai anak SMP yang ‘doyan’ fotografi. hehe 🙂

  3. rsi6it says:

    1. industri kreatif yang mencerdaskan, bukan hura-hura saja. yang memberikan makna hidup yang sebenarnya, dan jati diri bangsa timur.
    2. membangun suasana yang kondusif bagi lahirnya gagasan2 kreatif inovatif. tentunya melalui pendidikan, karna selama ini masih dinilai jauh dari kreativitas. dan berbagai kegiatan kreatif lainnya.
    3. cukup banyak, induvidu2 atau kelompok yang mampu menawarkan kreativitas tingkat dunia ternyata dari indonesia. sebagimana yang sering ditampilkan di media.

  4. Harris Wahyu says:

    Ass.Wr.Wb. Pak Anind yang budiman,
    Bapak Sigit Pramono, seorang fotografer panoramic yang juga merupakan mantan CEO Bank BNI, dalam pertemuan rutin komunitas fotografer minggu lalu berpendapat bahwa fotografi di Indonesia akan semakin berkembang di tahun-tahun mendatang sesuai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan Indonesia.

    Pertumbuhan tersebut tidak hanya mendorong industri fotografi (mulai dari perangkat lunak dan keras, perangkat pendukung, majalah dan lainnya) tetapi juga tumbuh pesatnya sejumlah komunitas pencinta fotografi di Indonesia, baik di dunia maya maupun yang bertemu secara rutin untuk berbagi ilmu serta pengalaman. Bulan lalu fotomaraton yang diselenggarakan oleh Canon di beberapa kota di Asia diikuti oleh lebih dari 1000 fotografer Indonesia. Luar biasa.

    Ratusan foto-foto hasil karya para pecinta fotografi, mulai dari pemula, amatir hingga profesional, di upload setiap hari di dunia maya. Sungguh menggembirakan melihat hasil karya-karya tersebut yang secara teknis dan tematis memang layak untuk mendapatkan acungan dua jempol.

    Sayang sekali, ternyata, jumlah fotografer Indonesia yang telah menyandang predikat “master” di dunia fotografi ternyata sangat terbatas bila dibandingkan dengan Singapura, Hong Kong bahkan Vietnam. Bahkan foto-foto hasil bidikan fotografer Indonesia yang layak mendapatkan penghargaan tinggi secara finansial dan masuk “rumah lelang (auction)” ternyata sangat terbatas.
    Sehubungan dengan pertanyaan bapak:
    1. Industri Kreatif usulan – fotografi
    Mengingat fotografi merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari industri kreatif serta besarnya minat dan peluang untuk meningkatkan “kualitas serta nilai jual” atas karya seni fotografi anak bangsa.
    2. Kantong-Kantong Kreatif – Sinergi atas pecinta, komunitas, dan industri dibidang fotografi, video, IT, cetak dan media
    Sinergi ini dapat dibangun melalui beberapa pendekatan. Antara lain:
    a. Lomba foto / Lomba foto kreatif (baik dalam skala national maupun international)
    b. Workshop / Seminar / Sharing session
    c. Pameran “1000” foto (tema akan disesuaikan)
    d. Pembagian kamera digital (gratis) kepada anak-anak sekolah dasar di pedalam atau sekitar cagar alam. Contoh: WWF. Hasil foto yang sebagian besar berupa foto bunga, tanaman, buah, binatang, manusia dan alam sekitar cagar alam bukit barisan selatan dicetak dalam bentuk kartu pos dan dikirimkan ke Jepang agar bisa dibaca oleh anak-anak sekolah di Jepang. Hal ini dimaksudkan agar kepedulian untuk menjaga dan melestarikan hutan harus di tanamankan sejak usia dini baik bagi penduduk setempat maupun warga dunia lainnya.
    Note: point a-d pernah dilaksanakan beberapa tahun lalu di Ged Bank BRI pusat bekerjasama dengan fotografer.net dan diikuti oleh ratusan pencinta fotografi.
    e. Lomba foto international (bekerja sama dengan pihak yang diakui secara international atau industri foto). Contoh tema: “Bromo”, “Krakatau”, “Borobudur”, “Pulo Komodo” , “Toraja” dan lainnya.
    3. Contoh Sukses – selain pak Sigit Pramono yang telah diakui dunia dengan hasil foto panoramic-nya terutama tentang “Bromo”. Pak Agus Leonardus (fotografer asal Jogyakarta) telah mendapatkan banyak penghargaan di dunia “Seni” fotografi, dimana beliau sangat kuat dalam menanamkan “tema” pada hasil karya. Ada beberapa fotografer Indonesia yang hasil karya “Seni” fotografinya diakui dan diperjual belikan oleh para art curators dengan harga cukup tinggi.
    Besar harapan saya agar hal-hal diatas dapat menjadi pertimbangan pak Anind untuk menjadi industri fotografi sebagai salah satu fokus bapak dalam mengembangkan dan menyiapkan industri kreatif yang siap bertanding di kancah global. Terima kasih atas kesempatan dan perhatian bapak.

    Wassalam,
    Harris Wahyu

  5. Anindya says:

    Usulan dari Mba Febriyanti untuk menjadikan Rasuna Epicentrum sebagai kawasan kreatif di bidang musik dan seni cukup menarik. Membaca usulan dari Mba Nabila dan Mas Harris juga tak kalah menarik, karena di sini banyak fotografer-fotografer jempolan serta komunitas yang sudah terbentuk. Jadi teringat dengan kesuksesan iStockPhoto.com yang berhasil membangun jaringan komunitas fotografer amatir, menjadi sebuah marketplace yang tak kalah dengan photo agencies besar lain..

  6. Anindya says:

    @rsi6it: setuju! selayaknya kreativitas kita tidak diarahkan ke hal-hal yang dangkal dan kurang bermakna. Ada banyak hal-hal positif yang pantas mendapat perhatian, agar energi kita tidak tersia-sia, dan bisa lebih terfokus untuk hal-hal yang bermanfaat dan mencerdaskan bangsa.

  7. Dika Restiyani says:

    I’m thinking about Indonesian culture handy craft exhibition, everything about Indonesia. The idea is to make people put more interest about our culture. Make our culture more popular, involving teenager also to participate by making Indonesian art & culture competition, or maybe related to Mba Nabila dan Pak Harris suggestion : Capture Indonesia (Photography competition & photo exhibition). Nowadays, people are more interest about western culture than our own…so, make it ‘INDONESIA BANGET’ 🙂

  8. revano says:

    Assalamu Alaikum Wr.Wb,
    pada dasarnya saya setuju dengan mbak putri, sebaiknya Bapak menfokuskan pada kegiatan seni & kebudayaan. Adapun alasan yang dapat saya berikan antara lain:
    1. mengingat negara ini kaya akan seni & kebudayaan maka sudah seharusnya kita ‘menjual ‘ keunggulan di bidang ini dibandingkan bidang-bidang lainnya.
    2. Lokasi Rasuna Epicentrum yang berada di tengah kota, smakin mendekatkan dengan pebisnis (terutama pebisnis asing) dalam mengenal keragaman seni & budaya bangsa.
    Adapun guna mensinergikannya, perlu adanya kerjasama dengan instansi pemerintah (terutama daerah).
    Contoh2 yang dapat kita ambil sebagai acuan, baru-baru ini Batik diresmikan sebgai warisan dunia. Seperti Bapak sampaikan, suatu kreativitas harus didukung stategi yang bersifat global, oleh karena itu dengan Batik sudah menjadi suatu tren seni & harus didukung dengan perangkat yang memadai guna bersaing di kancah internasional. Terima-kasih & Wassalam,

  9. Rasyid says:

    Salam,
    Pertama saya ucapkan, semoga niat dan harapan baiknya untuk mewujudkan Rasuna Epicentrum menjadi salah satu monumen dan ‘episenter’ penggerak industri kreativitas di Indonesia. Amin!
    Maaf sebelumnya kalo komen saya mungkin sdh expired secara sekarang sdh beda tahun :-). Tapi temanya terlalu menggelitik untuk tidak diindahkan.

    Dari ide2 bagus teman2 diatas… saya cenderung mengusulkan untuk jadi ‘center of Indonesian (visual) art & culture, yg mudah2an dapat meng-capture semua moment / benda seni – budaya yang (seperti mbak Dika bilang) ‘Indonesia Banget’ dari mulai momen / benda sen-bud yg paling sederhana sampai yg paling ‘wah’, tentu dalam bingkai yang bercita rasa seni tinggi sehingga dapat menarik minat (kalo bisa menjadi sumber inspirasi) wisatawan asing umumnya dan generasi muda (termasuk sy lho pak.. :-)) indonesia khususnya.
    Berikut alasan sederhananya:
    1. Potensi (kuantitas dan kualitas) seni – budaya Indonesia yg Rruarrr Biasa! Yang sayangnya belum tergali secara optimal kalau tidak mau dikatakan masih sangat jauh dari optimal.
    2. Perhatian / kecintaan / kebanggaan generasi muda (termasuk sy juga sayangnya…:-() terhadap akar budaya lokal yg kalo blh dikatakan seperti penyakit kanker yg sudah stadium 4 alias sangat mengkhawatirkan sekali akibat arus globalisasi yg salah kaprah.

    Kalo seandainya Rasuna episentrum bisa jadi seperti itu (maap saya gak bs nulis senter op Indonesian at & kultur.. 2x ==> susah banget nulisnya) harapannya sih minimal bisa mensosialisasikan pada generasi muda bahwa kekayaan khasanah budaya lokal kalo disajikan secara profesional ternyata keren juga yah? Maksimalnya, mudah2an jadi sumber inspirasi bagi kaum muda (didukung oleh kaum tua juga tentunya) untuk belajar mengenal / menggali lebih dalam, kemudian mencintai dan pada akhirnya bangga menjadi ‘orang Indonesia banget’!
    Karena menurut (imho) saya, kebanggaan menjadi orang indonesia banget pada akhirnya akan menggiring generasi berikutnya untuk bangga pada apapun yg berbau indonesia banget seperti mobil indonesia, motor indonesia, komputer indonesia, sendal, sepatu blabla…….. termasuk hape indon-esia….hehe (promo mode* on)

    Dari dasar hati yg paling dalam sungguh saya berharap sepuluh tahun kedepan Indonesia menjadi bangsa yg benar2 BESAR dalam arti sesungguhnya! And maybe…. in ur lead sir!
    HIDUPP INDON-ESIA!!!
    Sekian sedikit ide dari saya Pak…. mudah2an ada manfaatnya. Mohon maaf kalo ada salah kata, anggap aja sekedar angin lalu yg kebetulan singgah di blog Bapak. Thx
    Wassalam

  10. Raiyan Laksamana says:

    Hi Mas Anin,
    selain membuat movement , ICT Fund, dan gerakan lainnya diperlukan juga sebuah kelompok riset futurist. Kelompok ini yang akan menyumbang ide blueprint industri ICT Indonesia 2.0 – 3.0 . IMHO, karakteristik ICT untuk Indonesia berbeda dengan negara lain, sesuai dengan keunikan demografi, sosial dan kulturnya. Sehingga solusi maupun teknologi yang berhasil secara global, belum tentu bisa diterapkan mentah2 disini. Saat ini masih ada sebuah “kesenjangan” kesadaran teknologi di masyarakat Indonesia asli. Teknologi ICT yang ada saat ini masih sebagian besar hanya menyangkut industri/bisnis besar atau kehidupan perkotaan yang sudah di-support teknologi media dan pendidikan yang relatif tinggi. Ketika kita berbicara KADIN dan semua stimulus dan financing, kita masih berbicara sebuah industri yang rasanya hanya bisa dicapai oleh segelintir orang saja. Ketika kita berbicara mengenai nilai gross industri ICT, nilai tersebut masih terbeban pada titik atau segelintir pihak saja, bukan sesuatu yang merata secara aktual dalam masyarakat.
    Namun belum ada game changer yang benar2 bisa menyentuh dan enhance kehidupan masyarakat mayoritas Indonesia yang ada di daerah dan pedalaman. Padahal “Indonesia” yang sebenarnya adalah kesatuan keseluruhan bangsa ini.
    Sebuah sistem yang mengkoneksikan setiap individu dan komunitas di Indonesia seperti sel-sel otak yang membentuk sebuah kesatuan…and I’m not talking about Facebook or other social networking. Namun benar2 sebuah sistem yang didesain sebagai Indonesia Online, real-time social & economic networking, yang bisa diakses oleh orang yang paling awam sekalipun untuk mendapatkan kesempatan ekonomi dan sosial yang sama, yang bisa diintegrasikan ke semua ranah kehidupan…. sounds a bit futurist, tapi ini adalah sebuah kemungkinan yang sangat nyata. Bakrie Telecom sudah punya bibit awalnya: alat dan jaringan telekomunikasi yang sangat terjangkau untuk seluruh masyarakat Indonesia. Yang perlu didesain lagi adalah jaringan data centre yang “berintelejensia kontekstual” bagi kehidupan nyata human user di Indonesia, serta desain interface antara human user awam dengan data dan jaringan teknologi. Jadi diperlukan sebuah studi mengenai Contextual Artificial Intelligence, sebuah ide web 3.0 .
    Impian saya: kelak ada sebuah sistem intelijen artifisial yang bisa membantu seorang petani di tempat terpencil sekalipun untuk menjual hasil buminya, memberi rekomendasi untuk sekolah anaknya kelak, serta berbagai insentif dan kemudahan untuk mencapai keinginan-keinginanan mereka. Bahkan ketika seseorang berkata pada sistem ini, bahwa ia ingin kelak bisa melihat kota di belahan bumi lain. Sang sistem akan menyelidiki database dirinya, dan memberikan options yang logis untuk mencapai tujuan itu, misalnya “anda harus menabung sejuta sebulan selama x bulan di bank A atau memakai B, ATAU anda harus mengambil pekerjaan C selama x bulan. Pekerjaan C direkomendasikan berdasarkan database skill personal dan track record. Bila sudah, maka sistem akan secara langsung reserve tiket dan akomodasi serta paper untuk melakukan travel x bulan dari sekarang”. Ide gila, tapi saya percaya kita bisa membuatnya.
    Seandainya kita bisa membuat sebuah forum kecil berisi ide2 “Gila” seperti ini, sebuah Pandora box yang kelak harus dibuka.

Leave a Reply