SEARCH :
  • posted by Oct 1st, 2013

    photoBagaimana Indonesia memanfaatkan forum APEC untuk meningkatkan pertumbuhan dan kemampuan daya saing usaha mikro, kecil dan menengah? Soal ini menjadi pertanyaan menarik, jelang dilaksanakan KTT APEC 2013 yang akan dilaksanakan di Bali, awal November. Integrasi pasar global, menghadapkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada persaingan global pula. Bersamaan dengan itu, berbagai peluang global juga terbuka, menunggu untuk dimanfaatkan.

    Sebagai tuan rumah sekaligus Ketua APEC 2013, Indonesia berhasil menggolkan agenda pembahasan penguatan UMKM, sebagai prioritas dalam KTT APEC. Besarnya kontribusi UMKM dalam menopang kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, menjadi alasan yang rasional mengapa agenda tersebut perlu didesakkan. Jumlah UMKM lebih dari 99% dari total keseluruhan perusahaan di Indonesia. Total tenaga kerja yang diserap mencapai 97%. Sementara sumbangan UMKM terhadap terciptanya Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 57%.

    Dalam beberapa kali krisis ekonomi, UMKM menjadi sumber ketahanan yang terbukti dapat menjadi bantal peredam perekonomian Indonesia. UMKM juga mampu menciptakan pemerataan ekonomi. Karena itu sangat layak kita mengharapkan UMKM dapat terus memainkan perannya dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan kemakmuran bangsa.

    Bagaimana agar peran tersebut dapat diemban oleh UMKM, menjadi pertanyaan yang krusial dan menjadi topik diskusi yang menarik dalam berbagai forum, termasuk dalam forum APEC Business Advisory Council (ABAC) dimana saya menjadi salah satu wakil Indonesia. Banyak kalangan yang menilai bahwa UMKM kita selama ini dapat dikatakan tumbuh secara alamiah, di tengah berbagai hambatan yang ada. Beberapa hambatan yang menjadi tantangan bagi UMKM agar dapat tumbuh antara lain berupa akses permodalan, teknologi, kapasitas SDM dan juga akses pasar. Di samping itu kendala yang dihadapi sehari-hari UMKM adalah birokrasi yang rumit, peraturan yang berubah-ubah, dan ekonomi biaya tinggi karena korupsi di birokrasi.

    Dengan terintegrasinya pasar global, tantangan yang akan dihadapi UMKM juga akan semakin meningkat. Kita saat ini menghadapi realitas yang tak terhindarkan, berupa serbuan produk asing ke pasar lokal. Mulai dari buah-buahan dan produk pertanian lainnya, makanan olahan, tekstil, garmen, bahkan sampai mainan anak. UMKM Indonesia diharuskan bersaing dengan koleganya dari berbagai negara lain, tanpa proteksi dan dukungan yang memadai. Bayangkan sebuah unit usaha UMKM di Tegal yang dibebani berbagai kendala lokal, harus bersaing dengan unit UMKM dari Osaka yang memiliki berbagai kelebihan dalam akses pendanaan, infrastruktur yang memadai, teknologi terkini, informasi pasar Indonesia dan dukungan pemerintah. Hasilnya sudah jelas. UMKM kita kalah bersaing.

    Berbagai hambatan tersebut dapat segera dicarikan jalan keluarnya, agar pertumbuhan UMKM bisa jauh lebih cepat. Momentum APEC hendaknya dapat dimanfaatkan untuk membuka pasar dan jejaring yang lebih luas, akses pendanaan yang lebih terbuka dan berskala regional. Dengan begitu dapat terwujud apa yang disebut sebagai locally connected, globally competitive . Saat ini pertumbuhan atau migrasi dari usaha mikro ke usaha kecil, dan dari usaha kecil ke menengah, rata-rata mencapai 7% per tahun. Artinya lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,9%. Jumlah tersebut dapat tumbuh lebih besar, bila hambatan yang ada dapat diatasi.

    Beberapa usulan ABAC

    Untuk itu ada beberapa inisiatif yang diusulkan ABAC. Khusus untuk keterbatasan akses permodalan, diperlukan lembaga pendanaan berupa modal ventura, bantuan permodalan, pendirian biro kredit, mengadakan standar akuntansi yang diterima semua pihak, dan secara umum regulasi sektor keuangan yang kuat dan mendukung kegiatan UMKM.

    ABAC juga mendukung kebijakan yang memperkuat tumbuhnya kewirausahaan dan penciptaan jenis bisnis baru yang inovatif. Selain itu negara-negara APEC disarankan menggelar ICT untuk meningkatkan kapasitas UMKM dan akses pasar.

    Berbagai kontribusi APEC ini tidak berarti akan ada UMKM yang kemampuan bersaingnya turun secara relatif (zero sum game), akan tetapi justru meningkatkan komplementaritas antar UMKM antar negara.

    Proses APEC menjadi unik karena besarnya peranan sektor swasta, termasuk UMKM. Keberadaan UMKM yang kuat di masing-masing negara berguna untuk menjaga momentum pertumbuhan, meningkatkan pemerataan kesempatan berusaha dan sekaligus pemerataaan pendapatan.

    Salah satu sektor yang sangat strategis untuk Indonesia adalah agribisnis. Selain kehadiran UMKM yang besar di sektor ini, kegiatan agribisnis yang pesat juga berimbas positif kepada salah satu saran ABAC lainnya yaitu Food Security.

    APEC disarankan untuk melakukan penyebaran teknologi terkait pangan, khususnya untuk menuju sektor pertanian yang berkesinambungan. Selain itu upaya peningkatan efisiensi produksi, penyimpanan, keamanan, dan pengurangan biaya investasi merupakan inisiatif yang perlu terus didorong.

    Aspek-aspek ini sangat penting untuk Indonesia yang dewasa ini menghadapi fluktuasi harga pangan di satu sisi, dan keterbatasan penciptaan lapangan pekerjaan di sisi lain. Selain impor energi, impor pangan yang terus meningkat juga memiliki dampak tidak kecil pada neraca berjalan, yang pada ujungnya meningkatkan volatilitas inflasi dan nilai tukar.

    Untuk mencapai tujuan-tujuan ini dibutuhkan komitmen dan dukungan pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dalam negeri, kepastian hukum, pemangkasan ekonomi biaya tinggi. Hal ini juga harus disertai upaya diplomasi untuk memetik manfaat dari kehadiran Indonesia di APEC.

Leave a Reply