SEARCH :
  • posted by Jun 5th, 2018

    Gagasan untuk Lampung, Setelah Pulang Kampung
    Banyak daerah telah saya kunjungi, namun terasa beda setiap saya menginjakkan kaki di Lampung. Sebab setiap saya tiba di daerah ini, saya serasa pulang kampung atau bahasa Lampungnya mulang tiyuh. Seperti biasa baju adat dengan songket khas Lampung dan topi Manuk Merem, dan tari Rampak Gendang, yang menyambut saya, seolah mengucapkan selamat datang kembali di kampung halaman asal keluarga saya ini.
    Kali ini, saya mulang tiyuh ke Lampung dalam rangka Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Barat Kadin Indonesia. Rakorwil Barat yang berlangsung 13-14 Mei 2018 di Bandar Lampung ini adalah yang ketiga setelah sebelumnya juga digelar Rakorwil di dua wilayah yaitu Rakorwil Tengah pada tanggal 29-30 April 2018 di Solo dan Rakor Wilayah Timur pada tanggal 3-4 Mei 2018 di Manado.
    Rakorwil ini diharapkan mampu menghasilkan kebijakan serta langkah-langkah yang tepat untuk pembinaan segenap anggota Kadin di setiap wilayah tersebut. Juga bisa meningkatkan pembangunan ekonomi di wilayah itu.
    Meningkatkan pembinaan dan pemberdayaan anggota pada setiap daerah adalah hal penting yang kami perhatikan dan fokuskan. Apalagi saat ini kita sudah memasuki era Revolusi Industri ke-4. Banyak sekali hal-hal yang mulai dari sekarang sudah harus mendapat perhatian khususnya perubahan-perubahan yang kian semakin cepat.
    Revolusi Industri ke-4 atau The Fourth Industrial Revolution sendiri menjadi tema World Economic Forum (WEF) tahun 2016.  Klaus Schwab, Founder dan Executive Chairman dari WEF yang menulis buku tentang Revolusi Industri ke-4 mengatakan: “kita saat ini berada di awal sebuah revolusi yang secara mendasar akan merubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain. Apa yang saya anggap merupakan revolusi industri keempat ini – baik skala, cakupan dan kompleksitasnya tidak bisa disamakan dengan apa yang pernah dialami oleh manusia sebelumnya.”
    Di Indonesia, fenomena ini juga sudah bermunculan bahkan sebelum tahun 2016, melalui beberapa usaha Start-Ups dan mulai menarik perhatian kita. Kita masih ingat ketika 22 Maret 2016 saat itu ibu kota Jakarta sempat lumpuh – karena aksi demo unjuk rasa pengemudi taksi yang menentang bisnis/usaha taksi berbasis aplikasi online. Mereka menentang masuknya usaha-usaha seperti Uber, GoJek, Grab dan lain sebagainya.
    Di era Revolusi Industri ke-4 seperti saat ini, bisnisnya lebih mengandalkan teknologi dan memiliki sedikit prinsip yang berbeda dengan zaman dahulu. Kalau dulu kita lihat bahwa yang besar akan mengalahkan yang kecil, tapi kalau sekarang yang cepat yang akan mengalahkan yang lambat. Di sini mereka mengoptimalkan teknologi untuk menyalip dan mengalahkan pesaing.
    Di era ini, ini data adalah sesuatu yang sangat berharga. Data adalah “new oil” atau sumber daya yang sangat berharga seperti migas di masa lalu. Namun tentunya bagi mereka yang bisa mengolah data tersebut. Di sini kemampuan mengolah data bisa menentukan antara yang menang dan kalah. Karena data ditambah dengan teknologi ada Computing, Artificial Intelligence, dan lain sebagainya itu bisa jadi senjata pamungkas selama bisa diolah dengan baik.
    Ini sejalan dengan data demografi kita di mana tahun 2020, dua tahun dari sekarang, diperkirakan penduduk Indonesia yang mencapai usia produktif akan mencapai 144 juta penduduk, dan 87,5 juta adalah dari generasi yang kita kenal dengan Gen-Y. Banyak di antara merekalah yang akan menjadi pengusaha-pengusaha generasi baru. Dalam peranannya membina dunia usaha, sisi menariknya adalah; sebagian besar dari mereka bahkan mungkin seluruhnya adalah generasi yang lahir dan selamanya hidup di era digital.
    Kadin Indonesia harus siap dengan ini. Kami terus berbenah dan update. Misalnya kami akan segera meluncurkan Sistim Pendaftaran Keanggotaan Online secara nasional. Kami juga akan menyiapkan anggota terutama yang ada di daerah juga harus bisa menghadapi era baru ini agar semakin maju dan tidak ketinggalan zaman dan kalah dalam persaingan.
    Kembali ke Lampung, dahulu kakek saya almarhum H. Achmad Bakrie membangun bisnis di sana mulai dengan ekspor kopi, lada dan coklat.  Lalu ayah dan paman masuk ke pabrik pipa, wisata di Kalianda, juga perkebunan sawit.  Itu usaha zaman dulu, lalu kedepannya apa yang menarik untuk dikembangkan di Lampung? Apa gagasan saya sebagai generasi ke-3 pengusaha yang memulai usaha di sana?
    Gagasan saya terkait usaha yang bisa memajukan Lampung, kata kuncinya adalah pariwisata atau tourism dan digitalisasi. Pariwisata adalah potensi negeri ini, yang bisa kita adu dengan bangsa yang teknologinya maju sekalipun. Sebab keindahan ala mini tidak bisa digantikan oleh digitalisasi. Sementara digitalisasi adalah sarana penunjangnya, misalnya aplikasi untuk layanan wisata di luar tiket pesawat dan voucher hotel, seperti penyewaan sepeda motor, alat diving sampai Reflexology/Spa.
    Lampung juga kaya akan tempat wisata. Saya lihat di internet ternyata selain tempat yang dikenal seperti Kalianda, aTanjung Setia, Pulau Pahawang, dan Way Kambas, ada sampai seratus lebih lokasi lain yang potensial digarap jadi tempat wisata. Beberapa foto keindahan lokasi-lokasi tersebut yang sangat instagramable banyak beredar di internet.
    Apalagi kalau kita membuka data pemerintah terkait pariwisata ini. Tengok saja devisa yang disumbangkan sebanyak USD 1 juta, menghasilkan PDB USD 1,7 juta.
    Pariwisata menyumbangkan 10% PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8% dengan trend naik sampai 6,9%, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan.
    Pariwisata juga disebut menyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4% secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri. Lapangan kerja dari sektro ini tumbun 30% dalam waktu lima tahun. Pariwisata pencipta lapangan kerja termurah yaitu dengan USD 5.000/satu pekerjaaan, dibanding rata-rata industri lainnya sebesar USD 100.000/satu pekerjaan.
    Apalagi dari berbagai studi ternyata anak muda lebih suka menghabiskan uangnya traveling disbanding untuk memiliki barang. Jika dulu orang membeli barang, sekarang orang cenderung membeli pengalaman atau experience. Maka tak heran jika tren kunjungan ke tempat wisata terus meningkat.
    Ini bagus untuk memberdayakan suatu daerah seperti Lampung. Lihat saja data World Bank yang mengatakan setiap USD 1 yang dibelanjakan wisatawan akan mendorong dan menggerakkan sektor ekonomi lain minimal USD 3,2.
    Tapi untuk menuju ke sana banyak hal yang harus dibenahi. Salah satunya adalah masalah infrastruktur dan koneksivitas. Butuh investasi untuk itu. Saya ingat Marina Bay Sands, sebuah pusat hiburan terpadu di Teluk Marina di Singapura yang dikembangkan oleh Las Vegas Sands. Ini adalah investasi tunggal paling mahal di dunia (sekitar Rp 56 triliun), namun sukses dan menarik banyak wisatawan, termasuk dari Indonesia.
    Kalau Marina bisa, di Lampung dan daerah lain di Indonesia yang memiliki keindahan alam lebih, harusnya juga bisa. Seperti yang saya bilang di awal, itu adalah keunggulan kita yang tidak dimiliki yang lain. Tentu saja tidak harus mirip Marina, karena tetap harus memperhatikan keunikan dan selling point daerah atau tempat wisata yang ada. Bali adalah contoh yang bagus.
    Selain itu, sumber daya manusia juga harus dibenahi dan diperkuat. Salah satunya dengan pendidikan dan pelatihan. Kisah sebuah tempat wisata potensial di salah satu daerah di Indonesia yang sepi gara-gara turis banyak mengalami perlakuan tidak mengenakkan, harus tidak boleh terjadi lagi. Selain itu isu baik lokal maupun global, juga harus dicermati dan diantisipasi. Misalnya tentang pelemahan rupiah terhadap dolar (walau bukan hanya terjadi di Indonesia saja), juga soal gangguan terorisme, dan lainnya yang bisa membuat orang enggan berkunjung.
    Saat ini, di tahun politik, semua kepala daerah Lampung baik gubernur, wakil gubernur, walikota, dan lain sebagainya maju di Pilkada 2018/19. Semoga tidak lupa dan aware dengan hal di atas. Potensi Lampung ada, kerjasama pemerintah (daerah) dan dunia usaha saya yakin bisa mewujudkannya.
    Kalau sekarang apa yang saya sampaikan masih berupa gagasan, nanti insyaallah bisa jadi kenyataan. Amin.

    Banyak daerah telah saya kunjungi, namun terasa beda setiap saya menginjakkan kaki di Lampung. Sebab setiap saya tiba di daerah ini, saya serasa pulang kampung atau bahasa Lampungnya mulang tiyuh. Seperti biasa baju adat dengan songket khas Lampung dan topi Manuk Merem, juga tari Rampak Gendang, yang menyambut saya, seolah mengucapkan selamat datang kembali di kampung halaman asal keluarga saya ini.

    Kali ini, saya mulang tiyuh ke Lampung dalam rangka Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Barat Kadin Indonesia. Rakorwil Barat yang berlangsung 13-14 Mei 2018 di Bandar Lampung ini adalah yang ketiga setelah sebelumnya juga digelar Rakorwil di dua wilayah yaitu Rakorwil Tengah pada tanggal 29-30 April 2018 di Solo dan Rakor Wilayah Timur pada tanggal 3-4 Mei 2018 di Manado.

    Rakorwil ini diharapkan mampu menghasilkan kebijakan serta langkah-langkah yang tepat untuk pembinaan segenap anggota Kadin di setiap wilayah tersebut. Juga bisa meningkatkan pembangunan ekonomi di wilayah itu. Continue Reading »

  • posted by May 9th, 2018

    Sebagai seorang pengusaha, apalagi di dalam grup besar dan banyak perusahaan terbuka, menghadiri Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS) tentu bukan hal yang istimewa. Namun RUPS yang saya hadiri hari Jumat (27 April 2018) lalu, bagi saya bukan sekadar RUPS dan ada kesan tersendiri bagi saya.

    RUPS itu adalah RUPS PT Bakrie & Brothers (BNBR). Sebuah perusahaan yang didirikan kakek saya 76 tahun silam. Di RUPS itu, para pemegang saham memberi amanah saya dan adik saya Ardi Bakrie untuk masuk dalam jajaran kepemimpinan perusahaan tersebut.

    Saya mendapat amanah sebagai Komisaris Utama BNBR, sementara Ardi, duduk sebagai Wakil Direktur Utama. Direktur Utamanya masih dijabat Bobby Gafur Umar. Continue Reading »

  • posted by Apr 19th, 2018

    Beberapa waktu lalu saya dan keluarga memutuskan berwisata ke Kawasan Timur Indonesia. Kali ini kami memilih berlibur ke Pulau Komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Sebenarnya saya sendiri sudah sering ke Pulau Komodo. Namun saya tidak pernah bosan untuk pergi ke daerah ini.

    Pulau Komodo memang terkenal karena Komodonya. Kadal besar sisa zaman prasejarah ini memang tidak ada di tempat lain di dunia, kecuali hanya ada di Indonesia (Pulau Komodo saja). Orang luar biasa menyebut Komodo ini sebagai dragon atau naga. Karena itu Pulau Komodo sering dibilang juga sebagai sarang para naga.

    Di sana, ada hampir 6000 Komodo yang tersebar di Pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya di dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Mereka hidup bebas dan berburu hewan liar di sekitar pulau seperi babi, rusa, dan sejenisnya. Continue Reading »

  • posted by Aug 23rd, 2017

    Dibacakan pada Malam Penganugerahan PAB, Jakarta, 22 Agustus 2017

    20953635_10155571448330138_1426549371606836222_nAssalamu alaikum Wr. Wb
    Salam sejahtera buat kita semua

    Tahun ini Penghargaan Achmad Bakrie dianugerahkan kepada empat putra terbaik Indonesia yang telah memberikan sumbangsih luar biasa dalam bidang ilmu dan bidang pengabdian masing-masing. Dewan Juri dan segenap panitia penyelenggara PAB 2017 mengucapkan selamat dan turut serta merasa bangga atas pencapaian keempat tokoh yang terpilih pada malam hari ini, yaitu:

    • Saiful Mujani, untuk Bidang Pemikiran Sosial
    • Terawan Agus Putranto, untuk Bidang Kedokteran
    • Ebiet G. Ade, untuk Bidang Kebudayaan Populer Alternatif
    • Nadiem Makarim, untuk Bidang Teknologi dan Kewirausahaan

    Versi lengkap konsiderans Dewan Juri dalam memilih keempat putra bangsa ini bisa dibaca dalam buku terbitan PAB 2017 yang telah diberikan kepada seluruh hadirin. Namun versi singkat dari konsideran tersebut adalah sebagai berikut: Continue Reading »

  • posted by Nov 4th, 2016

    WhatsApp Image 2016-10-29 at 7.54.28 PMSaya kembali ke Pulau Bali untuk kesekian kali. Kali ini saya ke Pulau Dewata untuk menghadiri sebuah acara yang cukup menarik yaitu 2016 Eisenhower Fellowship Regional UnConference. Acara yang bertema “ASEAN Unity through Changes and Innovation” ini digelar di Nusa Dua, Bali, tanggal 28-29 Oktober 2016 lalu.

    Hadir dalam acara itu sejuhlah tokoh yang menjadi pembicara dan menyampaikan pandangannya. Mereka antara lain: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Prof. Dr Bambang Soemantri Brodjonegoro, Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu, Mantan Gubernur New Jersey yang juga President The Whitman Strategy Group dari AS dan Ketua Dewan Eksekutif Eisenhower Fellowships Christine Whitman, Gubernur Bank Sentral Thailand Veerathai Santiprabhob, Founder/Chairman ACER Stan Shih, dan lain-lain.

    Dalam acara yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Alumni Eisenhower Fellowships ini ada sekitar 20 pembicara yang semuanya adalah alumni. Mereka membahas seperti apa perubahan dan inovasi yang dapat menyatukan ASEAN. Continue Reading »